Desember 22, 2015

“Menjadi Guru Pertama dan Utama bagi Anak : Bagaimana Menjadi Guru yang Menginspirasi”

Oleh : Kiki Barkiah dan keluarga 
Pusat Studi Jepang UI, 6 Desember 2015


Sebenernya saya tidak dapat tiket seminar Teh Kiki ini karena udah sold out dari jauh-jauh hari (two thumb untuk Panitia dari HSMN), tapi karena kepingin ketemu sama Teh Kiki dan melihat materinya yang “Gue Butuhin Banget” jadi bela-belain deh waiting list nongkrong didepan meja daftar ulang. Alhamdulillah ada satu yang cancel gak jadi ikut, Mba Hilmiyati Alifah. Terimakasih banyak yaa Mba ... Karena Mba Hilmi sangaaat baiik dan mengikhlaskan tiketnya buat saya, maka resume ini specially for Mba Hilmiyati...

Bismillahirohmanirrohim...
My Parent, My Teacher ...
Dijaman sekarang ada pergeseran dalam dunia pengasuhan yaitu yang seharusnya menjadi tanggung jawab pengasuhan oleh orang tua namun malah terabaikan. Pergeseran pengasuhan tersebut adalah :
1.    Sosok Ayah dipandang (sudah cukup) hanya sebagai pencari nafkah. Dan sosok Ibu (sudah cukup) sebagai pemenuh kebutuhan fisik anak. Misalnya menyiapkan bekal sekolah anak, mengantarkan anak kesekolah, dll. Sedangkan dalam mendidik anak dialihkan kepada orang lain atau pihak lain yang ayah ibu pilih.
2.     Prioritaskan dakwah kepada keluarga terdekat. Jangan sampai orang tua/ibu sibuk berdakwah diluar rumah sedangkan anak/keluarganya dirumah menjadi terlantar.
3.     Tanggung jawab pendidikan Sholat ada di orang tua, bukan di TPA atau di sekolah. Orang tua yang mengajarkan bagaimana cara sholat yang benar, sholat diawal waktu, sholat dimasjid untuk anak laki-laki, dll. Sebagai tauladan anak, terlebih dahulu kita harus memperbaiki sholat kita sendiri.
4.   Mendorong Keluarga untuk berdakwah dan bersabar dalam dakwah. Karena sejatinya dakwah kepada keluarga lebih berat.
5.    Keluarga berpahala istimewa itu keluarga dakwah. Apakah kita ingin orang lain yang memberikan dakwah kepada anak kita? Tidakkah kita ingin mengambil ladang pahala dari dakwah kepada anak kita?
6.    Bergesernya makna dari tujuan mempelajari ilmu. Sejatinya mempelajari ilmu bertujuan untuk memperdalam agama dan memberi peringatan agar dapat menjaga diri.
7.     Islam memerintahkan adanya keseimbangan ilmu dunia dan akhirat. Belajar ilmu fisika, kimia, matematika adalah suatu pilihan, namun belajar mengenai ilmu agama adalah suatu keharusan.

Mari kita lihat dialog-dialog dalam rumah kita? (termasuk keluarga yang manakah kita?)
1.    Keluarga Akademis. Yang dibicarakan hanya seputar “sekolah” saja. Misalnya :
“Pe eR mu sudah selesai?”
“Berapa Nilai Ujianmu?”
“Rangking berapa semester ini?”
2.    Keluarga yang Concern pada Agama. Yang dibicarakan hanya seputar kuantitatif dari ibadah anak. Misalnya :
“Sudah sholat belum?”
“Ayo ngaji dulu”
“Sudah sampai mana hafalan Alqurannya?”
3.    Keluarga Standar
“Sudah makan belum?”
“Sudah mandi belum?”
“Ayo tidur! Tidur!”
Keluarga Bermasalah
4.   Keluarga Bermasalah. Komunikasi yang dibangun ketika ada masalah saja, yaitu berupa Larangan, Teguran, Ancaman, Hukuman.

Sebaliknya, adakah dialog-dialog seperti ini dalam Rumah Tangga kita?
1.    Dialog Lukman dengan anaknya :
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersukutukan (Allah) adalah benar-benar kelalilan yang besar”.” [QS. Lukman (31) : 13]
2.    Dialog Rasulullah saw dengan Abdullah bin Abbas :
Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita, “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang nabi (diatas kendaraan), beliau berkata kepadaku : “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat : Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah dihadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau minta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah kalaupun semua umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah kalaupun seluruh umat (jin dan manusia berkumpul) untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakan kamu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat dan telah kering lembaran-lembaran.”

Apa betul kita ingin anak sholeh ?
Apa betul kita menginginkan ini :
“Apabila meninggal anak Adam, terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631).

“Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di jannah, kemudian ia berkata : “Wahai Rabbku, dari mana ini?” Maka Allah berfirman : “Dengan sebab istigfar (permintaan ampun) anakmu untukmu”.” (HR. Ahmad)

Membentuk Anak Sholeh Berkaitan Erat dengan Proses Pendidikan.
Bagaimana implementasinya?
Implementasinya menjadi berat ketika orang tua merasa bahwa pendidikan berarti menyekolahkan.
Padahal menurut Undang-undang no 20 ayat 11, 12, 13, 14 pendidikan terdiri dari :
11. Pendidikan Formal
12. Pendidikan Nonformal
13. Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
14. Pendidikan Anak Usia Dini

Metode pendidikan berbasis keluarga atau Home Education adalah metode pendidikan yang telah dijalankan banyak manusia selama berabad-abad. Kerana cita-cita pendidikan nasional tidak akan bisa tercapai tanpa pendidikan keluarga dan lingkungan yang baik.

Mengapa Home Education kini menjadi unik dan terkesan istimewa ?
1.    Bergesernya pemahaman tanggung jawab pengasuhan
2.    Adanya pengalihan tanggung jawab pendidikan
3.    Sekolah dianggap mesin pencetak anak sholih dan pintar
4.    Mahalnya harga waktu kebersamaan bersama anak
5.    Orang tua tidak memiliki bekal ilmu yang cukup untuk melakukan pendidikan
6.   Orang tua tidak menyadari bahwa ada ilmu dasar yang harus dimiliki manusia dalam mengarungi kehidupan
7.   Orang tua berfikir bahwa mendidik anak adalah menuangkan ilmu (bukan memberi inspirasi kepada anak untuk menjadi manusia pembelajar yang senantiasa mendasari aktivitasnya dengan ilmu).

Fungsi Pendidikan Keluarga
1.    Memberi warna pada masa kanak-kanak
2.    Menjamin kehidupan emosional anak
3.    Menanamkan dasar pendidikan moral
4.    Memberikan dasar pendidikan sosial
5.    Peletakan dasar-dasar keagamaan
Memberikan imun (dengan bekal agama) pada anak, bukan dengan mensterilkan anak.

Merumuskan kembali makna belajar :
1.    Peningkatan kapasitas intelektual yang membuat kita semakin mengenal kebesaran Allah
2.    Tambahan pengetahuan yang membuat kita semakin merasa kerdil dihadapan Allah
3.    Tambahan ilmu yang menumbuhkan kepekaan diri terhadap sebuah masalah
4.    Tambahan informasi yang berbuah keluhuran moral.
5.  Tambahan pengetahuan yang meningkatkan kualitas kinerja dalam profesi yang diemban
6.    Proses pembelajaran yang mampu memicu perubahan dalam diri kita.
7.    Tambahan bekal kehidupan yang membuat kita dapat hidup lebih bermartabat dalam sebuah peradaban.

Pendidikan yang wajib diberikan kepada anak :
1.    Didiklah anak mengenal Tuhannya.
Sehingga ia akan mengerti apa yang diinginkan Sang Pencipta terhadap dirinya, walaupun jadi apa nanti ia.
2.    Didiklah anak mengenal Rasulnya.
Sehingga ia tau bagaimana mengejawantahkan keinginan Tuhannya terhadap dirinya.
3.    Didiklah anak untuk mengetahui tujuan hidupnya.
Sehingga dengan atau tanpa kita anak akan selalu bergerak menuju tujuan itu.
4.    Didiklah anak untuk mengetahui diri dan kemampuannya.
Sehingga ia menjadikan hal tersebut sebagai bekal untuk meraih tujuan hidupnya.
5.    Didiklah anak sampai ia menjadi manusia pembelajar.
Sehingga dengannya ia akan menambah sendiri bekal tambahan yang dibutuhkan untuk meraih tujuan hidupnya.
6.    Didiklah anak sampai ia terlanjur mencintai kebaikan.
Sehingga apapun yang dunia tawarkan ia akan terus memilih kebaikan.
7.    Jaga fitrah kesucian anak sampai ia mampu membedakan mana yang baik dan buruk.
Sehingga dengan atau tanpa kita ia akan senantiasa memilih jalan kebaikan dan menghindari keburukan.
8.    Didiklah anak sampai ia mampu berjalan mandiri menyusuri kehidupan meraih tujuan hidupnya.
9.    Bimbing terus, pantau terus, meski mereka sudah melewati titik dimana kita harus melepas mereka mandiri menjalani kehidupan.
10. Doakan terus sampai maut memisahkan kita
11. Transferlah ilmu berdasarkan tahapan usia !!!

Tahapan-tahapan pendidikan anak berdasarkan usianya :
1.    1-11 tahun, Grammer States
Memiliki kemampuan yang sangat baik dari menghafal yang berhubungan dengan proses asimilasi bahasa.
Bagi seorang muslim, periode ini merupakan periode emas untuk menghafal Al Quran.
Memahami fakta yang berhubungan secara sederhana.
Keterampilan matematika yang terbatas, seperti makna angka serta fungsi utama penghitungan.
2.    11-14 tahun, Logic State
Mulai memiliki kemampuan analisis dan sintesis.
Mengubah data yang diperoleh di masa kanak-kanak (serta yang ditemui setelahnya) menjadi informasi yang memunculkan pemahaman lebih lengkap.
Analisis dilakukan dibelahan otak kiri, sintesis dilakukan dibelahan otak kanan.
3.    14 tahun – keatas, Rethoric Level
Fase dimana ilmu dan informasi yang diketahui dapat diaktualisasikan dan diproses menjadi kerja nyata.

Kualifikasi seorang guru pertama dan utama adalah sebagai berikut :
1.    Mencintai anak didik
2.    Ikhlas mendidik karena Allah
3.    Sabar dan terus menguatkan kesabaran
4.    Cinta ilmu dan cinta belajar
5.    Selalu menciptakan perbaikan
6.    Mau belajar dari kesalahan
7.    Mau memperbaiki kesalahan
8.   Bersedia memantau keberjalanan pendidikan yang didelegasikan kepada pihak lain. Artinya walaupun kita mendelegasikan pendidikan kepada pihak/orang lain, namun tanggung jawab pendidikan tetap berada di pundak kita.

Bekal yang dibutuhkan menjadi guru pertama dan utama adalah :
1.   Memiliki pengetahuan dasar ketauhidan atau bersedia mempelajarinya bersama anak.
2.  Memiliki pengetahuan dasar siroh nabi Rasulullah saw dan para sahabatnya atau bersedia mempelajarinya bersama anak.
3.   Dapat membaca Al Quran dan gemar mentadabur ayat atau bersedia mempelajarinya bersama anak.
4.    Memiliki kemampuan dasar fiqih ibadah atau bersedia mempelajarinya bersama anak.
5.  Memiliki ilmu psikologi pengasuhan anak atau bersedia terus belajar mengenai psikologi anak.
6.   Memiliki tabungan yang cukup untuk menginvestasikan buku-buku yang berkualitas atau meluangkan waktu untuk mengumpulkan ilmu dari internet.
7.    Memiliki waktu yang cukup untuk belajar, mengajarkan atau menemani belajar.
8.  Tabungan yang cukup untuk menyediakan keterlibatan pihak lain dalam proses pendidikan anak.
9.   Waktu yang cukup untuk melakukan pemantauan proses pendidikan yang melibatkan pihak lain.
10. Memiliki kemahiran dalam memanfaatkan sarana dan prasarana belajar yang tersedia diseluruh dunia.

Yang perlu diingat setelah berikhtiar mendidik adalah ...
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqoroh : 272)


Ika Puspitaningtyas
Depok, 6 Desember 2015

Desember 02, 2015

Mengatur Keuangan Rumah Tangga

“Merencanakan dengan baik keuangan rumah tangga diawal bulan, makan direstoran saat akhir bulan pun tidak hanya sebuah impian”

“Tanggal berapa yaa hari ini?“
“Hah, baru tanggal 10?”
“Masih ada 15 hari lagi doong” –oohh .. mendadak pusyiiing palaberbie

Tak bisa dipungkiri permasalahan keuangan ini adalah permasalahan klasik ibu-ibu (baik ibu yang bekerja di luar rumah maupun ibu yang bekerja dari rumah). Dan (dulu) hampir setiap bulan saya pun selalu mengalaminya. Setiap tanggal 5 atau tanggal 10 pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul dan berakhir dengan sakit kepala (yang seharusnya tidak perlu terjadi) J.

Pendapatan pasti setiap bulan selalu terasa kurang. Padahal sudah ditambah nafkah lahir dan uang belanja dari suami. Setiap setahun sekali ada kenaikan gaji dan bonus dari kantor. Dan ada tambahan keuntungan dari jualan online. Masih juga kurang? (mungkin lebih tepatnya kurang bersyukur yaa .. J ). Astagfirullah ...

Mengatur keuangan keluarga ibarat mengatur keuangan sebuah perusahaan besar. Perlu ilmu dan orang yang berkompeten dibidangnya. Bagaimana jika kita sama sekali tidak memiliki background ilmu manajemen keuangan/accounting/sejenisnya? Jadi boleh dong kita “Let’s it flow” aja (Duuh .. iya kalau menglirnya ke laut yang luas, lha kalau mengalirnya ke selokan yang mampet dan bau :d )? Lalu bagaimana dengan pertanggung jawaban kita sama Sang Pemberi Rejeki? Kalau dimintain Laporan Pertanggung Jawaban atas limpahan rejekinya, kita mau jawab apa?

Tidak adanya background ilmu manajemen keuangan/accounting/sejenisnya bukan menjadi alasan kita tidak bisa mengatur keuangan. Yes!! InsyaAllah kita (ibu-ibu yang bekerja -dari mana saja-) bisa mengatur keuangan rumah tangga kita dengan profesional (layaknya sebuah perusahaan besar).

Banyak sekali referensi mengenai bagaimana cara mengatur pendapatan atau manajemen keuangan rumah tangga yang bisa di googling. Tentunya dari para ahli yang berkompeten dibidangnya dengan ilmunya yang mumpuni. Tapi disini saya tidak akan membahas mengenai metode-metode tersebut. Saya hanya ingin bercerita mengenai pengalaman keluarga kami saja. J

Ada tiga poin besar dari manajemen keuangan rumah tangga (yang saya pelajari dan terapkan sampai akhirnya saya menemukan sendiri formula yang pas untuk keuangan rumah tangga kami J). Yaitu susun anggaran diawal bulan, patuhi anggaran yang sudah kita susun dan evaluasi berkala dalam bulan berjalan. That’s it. Hanya itu saja kuncinya. 

Mari kita bahas satu persatu tiga poin tersebut.
1. Susun anggaran
Tulis semua pendapatkan kita (dari gaji sendiri, dari suami, keuntungan usaha, dll). Setelah itu breakdown pengeluarannya. Ilustrasi berikut bisa menjadi gambarannya.
TOTAL PENDAPATAN : 10.000.000
PENGELUARAN :
1. SEDEKAH 5% : 500.000
2. HUTANG 30% : 3.000.000
* Cicilan Rumah
* Cicilan Mobil
* Cicilan Kartu Kredit
* dll
3. INVESTASI/TABUNGAN 20% : 2.000.000
* Tabungan konvensional
* Logam Mulia
* Pasar Saham
* dll
4. KONSUMSI 45% : 4.500.000
* Biaya sekolah anak
* Biaya les anak
* Transportasi
* Belanja (sayur, lauk pauk sampai kebutuhan bulanan seperti detergen, beras, dll)
* Listrik
* Iuran keamanan komplek
* Arisan
* dll

Saya ambil contoh total seluruh pendapatan adalah Rp 10.000.000 (untuk memudahkan perhitungan saja). Kemudian keluarkan pertama kali untuk sedekah minimal 2.5% (disini saya ambil contoh 5%). Sedekah utamanya diberikan mulai dari ring 1 (ke dua orang tua, saudara kandung, saudara jauh) kemudian tetangga rumah (jika membutuhkan), anak yatim dan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Kemudian tunaikan hak orang lain, yaitu hutang. Bayar semua cicilan-cicilan tepat waktu agar tidak terkena denda. Dan prioritaskan untuk melunasi semua hutang agar hidup menjadi lebih tenang tanpa cicilan J.

Setelah hutang terbayar kemudian alokasikan 20% untuk investasi/tabungan. Investasi/tabungan disini bisa berupa tabungan konvensional, logam mulia, pasar saham, usaha riil, dll. Tergantung dari tujuan investasi yang akan dicapai kedepannya.
45% dari pendapatan digunakan untuk konsumsi sehari-hari dalam satu bulan berjalan. Konsumsi ini lah yang bersifat dinamis, artinya kita sendiri yang menentukan pengeluarannya. Namun berdasarkan pengalaman, dari ke empat poin tersebut alokasi konsumsi-lah yang paling sering bocor alias over budget.

2. Patuhi anggaran yang telah kita susun
Banyak sekali godaan yang datang. Dari kebutuhan yang tak terduga atau sekedar keinginan yang (sebenarnya) tidak begitu penting.

Kalau kebutuhan yang tidak terduga ini misalnya menjenguk saudara yang sakit, bisa diambilkan dari alokasi sedekah. Untuk kebutuhan tak terduga lainnya bisa diambil dari alokasi konsumsi (karena sebenarnya kita sendirilah yang berhak menentukan pengeluaran konsumsi). Sedangkan untuk keinginan yang tak terduga, misalnya ada Big Sale tas yang memang sedang diincar, pikirkan/pertimbangkan kembali dua sampai tiga kali. Apakah tas yang lama benar-benar tidak bisa dipakai lagi? Atau hanya karena belum punya tas dengan warna yang sedang di Sale? Kalau memang sudah tidak tahan dengan godaan si Big Sale itu, tips terakhir cobalah minta pertimbangan dari suami (berharap suami masih netral dan bisa berfikir jernih sehingga tidak terpengaruh dengan Big Sale.

Tidak mudah memang untuk bisa konsisten mematuhi anggaran yang telah kita susun. Namun dengan tekad dan tujuan yang kuat insyaAllah menjadi mudah untuk disiplin diri.

3. Evaluasi berkala dalam bulan berjalan
Evaluasi berkala juga tidak kalah penting. Tujuan dari evaluasi ini adalah agar kita bisa mengetahui posisi terkini dari keuangan kita. Apakah keuangan kita berjalan di rel yang lurus? Atau melenceng dari apa yang sudah kita susun anggarannya.

Evaluasi bisa dilakukan tiap minggu atau dua minggu sekali. Dengan adanya evaluasi ini harapannya keuangan rumah tangga kita terjaga sesuai dengan apa yang sudah kita rencanakan diawal bulan.

Awal bulan ini adalah waktu yang tepat untuk berubah, membenahi dan memulai merencanakan keuangan dengan baik. Dengan ketiga poin diatas, InsyaAllah tidak ada lagi pusing pala berbi ditengah bulan, mengeluh pendapatan yang selalu kurang dan tetap bisa makan enak diakhir bulan.

“Perencanaan keuangan yang baik merupakan salah satu ikhtiar kita untuk bertanggung jawab terhadap amanah rejeki yang telah dititipkan-Nya. Namun kembali lagi ada Allah yang Maha Mengatur semua yang ada. Semoga kita senantiasa bersyukur atas limpahan rejeki yang tak terhitung ini.”

“Allah menjamin rejeki untuk hambanya pasti cukup untuk kebutuhan hidup, tapi bukan untuk gaya hidup”



Ika Puspitaningtyas
Depok, 2 Desember 2015