Pusat Studi Jepang UI, 6 Desember 2015
Sebenernya saya tidak dapat tiket
seminar Teh Kiki ini karena udah sold out
dari jauh-jauh hari (two thumb untuk
Panitia dari HSMN), tapi karena kepingin ketemu sama Teh Kiki dan melihat
materinya yang “Gue Butuhin Banget”
jadi bela-belain deh waiting list
nongkrong didepan meja daftar ulang. Alhamdulillah ada satu yang cancel gak
jadi ikut, Mba Hilmiyati Alifah. Terimakasih
banyak yaa Mba ... Karena Mba Hilmi sangaaat baiik dan mengikhlaskan tiketnya
buat saya, maka resume ini specially
for Mba Hilmiyati...
Bismillahirohmanirrohim...
My Parent,
My Teacher ...
Dijaman sekarang ada pergeseran dalam
dunia pengasuhan yaitu yang seharusnya menjadi tanggung jawab pengasuhan oleh
orang tua namun malah terabaikan. Pergeseran
pengasuhan tersebut adalah :
1.
Sosok Ayah
dipandang (sudah cukup) hanya sebagai pencari nafkah. Dan sosok Ibu (sudah
cukup) sebagai pemenuh kebutuhan fisik anak. Misalnya menyiapkan bekal sekolah
anak, mengantarkan anak kesekolah, dll. Sedangkan dalam mendidik anak dialihkan
kepada orang lain atau pihak lain yang ayah ibu pilih.
2.
Prioritaskan
dakwah kepada keluarga terdekat. Jangan sampai orang tua/ibu sibuk
berdakwah diluar rumah sedangkan anak/keluarganya dirumah menjadi terlantar.
3.
Tanggung
jawab pendidikan Sholat ada di orang tua, bukan di TPA atau di sekolah.
Orang tua yang mengajarkan bagaimana cara sholat yang benar, sholat diawal
waktu, sholat dimasjid untuk anak laki-laki, dll. Sebagai tauladan anak, terlebih
dahulu kita harus memperbaiki sholat kita sendiri.
4. Mendorong
Keluarga untuk berdakwah dan bersabar dalam dakwah. Karena sejatinya dakwah
kepada keluarga lebih berat.
5.
Keluarga
berpahala istimewa itu keluarga dakwah. Apakah kita ingin orang lain yang
memberikan dakwah kepada anak kita? Tidakkah kita ingin mengambil ladang pahala
dari dakwah kepada anak kita?
6.
Bergesernya
makna dari tujuan mempelajari ilmu. Sejatinya mempelajari ilmu bertujuan
untuk memperdalam agama dan memberi peringatan agar dapat menjaga diri.
7.
Islam
memerintahkan adanya keseimbangan ilmu dunia dan akhirat. Belajar ilmu
fisika, kimia, matematika adalah suatu pilihan, namun belajar mengenai ilmu
agama adalah suatu keharusan.
Mari kita lihat dialog-dialog dalam rumah kita? (termasuk keluarga yang manakah
kita?)
1. Keluarga Akademis. Yang dibicarakan
hanya seputar “sekolah” saja. Misalnya :
“Pe eR mu sudah selesai?”
“Berapa Nilai Ujianmu?”
“Rangking berapa semester ini?”
2.
Keluarga yang
Concern pada Agama. Yang dibicarakan hanya seputar kuantitatif dari ibadah
anak. Misalnya :
“Sudah
sholat belum?”
“Ayo
ngaji dulu”
“Sudah
sampai mana hafalan Alqurannya?”
3.
Keluarga
Standar
“Sudah
makan belum?”
“Sudah
mandi belum?”
“Ayo
tidur! Tidur!”
Keluarga
Bermasalah
4. Keluarga
Bermasalah. Komunikasi yang dibangun ketika ada masalah saja, yaitu berupa
Larangan, Teguran, Ancaman, Hukuman.
Sebaliknya,
adakah dialog-dialog seperti ini dalam Rumah Tangga kita?
1.
Dialog
Lukman dengan anaknya :
“Dan (ingatlah) ketika Lukman
berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersukutukan (Allah)
adalah benar-benar kelalilan yang besar”.” [QS. Lukman (31) : 13]
2.
Dialog
Rasulullah saw dengan Abdullah bin Abbas :
Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu
Abbas bercerita, “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang nabi
(diatas kendaraan), beliau berkata kepadaku : “Wahai anak, aku akan mengajari
engkau beberapa kalimat : Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah
Allah, niscaya engkau akan dapati Allah dihadapanmu. Jika engkau memohon,
mohonlah kepada Allah. Jika engkau minta tolong, minta tolonglah kepada Allah.
Ketahuilah kalaupun semua umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan
satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu,
kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah
kalaupun seluruh umat (jin dan manusia berkumpul) untuk mencelakakan kamu,
tidak akan mampu mencelakakan kamu sedikitpun, kecuali jika itu telah
ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat dan
telah kering lembaran-lembaran.”
Apa betul
kita ingin anak sholeh ?
Apa betul kita menginginkan ini :
“Apabila meninggal anak Adam, terputuslah amalnya
kecuali dari tiga perkara : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang
shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631).
“Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang
hamba yang shalih di jannah, kemudian ia berkata : “Wahai Rabbku, dari mana
ini?” Maka Allah berfirman : “Dengan sebab istigfar (permintaan ampun) anakmu
untukmu”.” (HR. Ahmad)
Membentuk Anak Sholeh Berkaitan Erat dengan Proses
Pendidikan.
Bagaimana implementasinya?
Implementasinya menjadi berat ketika orang tua
merasa bahwa pendidikan berarti menyekolahkan.
Padahal menurut Undang-undang no 20 ayat 11, 12,
13, 14 pendidikan terdiri dari :
11. Pendidikan Formal
12. Pendidikan Nonformal
13.
Pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
14. Pendidikan Anak Usia Dini
Metode pendidikan berbasis keluarga atau Home Education adalah metode pendidikan
yang telah dijalankan banyak manusia selama berabad-abad. Kerana cita-cita
pendidikan nasional tidak akan bisa tercapai tanpa pendidikan keluarga dan
lingkungan yang baik.
Mengapa Home Education kini menjadi unik dan
terkesan istimewa ?
1.
Bergesernya pemahaman tanggung jawab pengasuhan
2.
Adanya pengalihan tanggung jawab pendidikan
3.
Sekolah dianggap mesin pencetak anak sholih dan
pintar
4.
Mahalnya harga waktu kebersamaan bersama anak
5.
Orang tua tidak memiliki bekal ilmu yang cukup
untuk melakukan pendidikan
6. Orang tua tidak menyadari bahwa ada ilmu dasar
yang harus dimiliki manusia dalam mengarungi kehidupan
7. Orang tua berfikir bahwa mendidik anak adalah
menuangkan ilmu (bukan memberi inspirasi kepada anak untuk menjadi manusia
pembelajar yang senantiasa mendasari aktivitasnya dengan ilmu).
Fungsi
Pendidikan Keluarga
1.
Memberi warna pada masa kanak-kanak
2.
Menjamin kehidupan emosional anak
3.
Menanamkan dasar pendidikan moral
4.
Memberikan dasar pendidikan sosial
5.
Peletakan dasar-dasar keagamaan
Memberikan imun (dengan bekal
agama) pada anak, bukan dengan mensterilkan anak.
Merumuskan
kembali makna belajar :
1.
Peningkatan kapasitas intelektual yang membuat
kita semakin mengenal kebesaran Allah
2.
Tambahan pengetahuan yang membuat kita semakin
merasa kerdil dihadapan Allah
3.
Tambahan ilmu yang menumbuhkan kepekaan diri
terhadap sebuah masalah
4.
Tambahan informasi yang berbuah keluhuran moral.
5. Tambahan pengetahuan yang meningkatkan kualitas
kinerja dalam profesi yang diemban
6.
Proses pembelajaran yang mampu memicu perubahan
dalam diri kita.
7.
Tambahan bekal kehidupan yang membuat kita dapat
hidup lebih bermartabat dalam sebuah peradaban.
Pendidikan
yang wajib diberikan kepada anak :
1.
Didiklah anak mengenal Tuhannya.
Sehingga
ia akan mengerti apa yang diinginkan Sang Pencipta terhadap dirinya, walaupun
jadi apa nanti ia.
2.
Didiklah anak mengenal Rasulnya.
Sehingga
ia tau bagaimana mengejawantahkan keinginan Tuhannya terhadap dirinya.
3.
Didiklah anak untuk mengetahui tujuan hidupnya.
Sehingga
dengan atau tanpa kita anak akan selalu bergerak menuju tujuan itu.
4.
Didiklah anak untuk mengetahui diri dan
kemampuannya.
Sehingga
ia menjadikan hal tersebut sebagai bekal untuk meraih tujuan hidupnya.
5.
Didiklah anak sampai ia menjadi manusia
pembelajar.
Sehingga
dengannya ia akan menambah sendiri bekal tambahan yang dibutuhkan untuk meraih
tujuan hidupnya.
6.
Didiklah anak sampai ia terlanjur mencintai
kebaikan.
Sehingga
apapun yang dunia tawarkan ia akan terus memilih kebaikan.
7.
Jaga fitrah kesucian anak sampai ia mampu
membedakan mana yang baik dan buruk.
Sehingga
dengan atau tanpa kita ia akan senantiasa memilih jalan kebaikan dan
menghindari keburukan.
8.
Didiklah anak sampai ia mampu berjalan mandiri
menyusuri kehidupan meraih tujuan hidupnya.
9.
Bimbing terus, pantau terus, meski mereka sudah
melewati titik dimana kita harus melepas mereka mandiri menjalani kehidupan.
10. Doakan
terus sampai maut memisahkan kita
11. Transferlah
ilmu berdasarkan tahapan usia !!!
Tahapan-tahapan
pendidikan anak berdasarkan usianya :
1.
1-11
tahun, Grammer States
Memiliki
kemampuan yang sangat baik dari menghafal yang berhubungan dengan proses
asimilasi bahasa.
Bagi
seorang muslim, periode ini merupakan periode emas untuk menghafal Al Quran.
Memahami
fakta yang berhubungan secara sederhana.
Keterampilan
matematika yang terbatas, seperti makna angka serta fungsi utama penghitungan.
2.
11-14
tahun, Logic State
Mulai
memiliki kemampuan analisis dan sintesis.
Mengubah
data yang diperoleh di masa kanak-kanak (serta yang ditemui setelahnya) menjadi
informasi yang memunculkan pemahaman lebih lengkap.
Analisis
dilakukan dibelahan otak kiri, sintesis dilakukan dibelahan otak kanan.
3.
14
tahun – keatas, Rethoric Level
Fase
dimana ilmu dan informasi yang diketahui dapat diaktualisasikan dan diproses
menjadi kerja nyata.
Kualifikasi seorang
guru pertama dan utama adalah sebagai berikut :
1.
Mencintai anak didik
2.
Ikhlas mendidik karena Allah
3.
Sabar dan terus menguatkan kesabaran
4.
Cinta ilmu dan cinta belajar
5.
Selalu menciptakan perbaikan
6.
Mau belajar dari kesalahan
7.
Mau memperbaiki kesalahan
8. Bersedia memantau keberjalanan pendidikan yang
didelegasikan kepada pihak lain. Artinya walaupun kita mendelegasikan
pendidikan kepada pihak/orang lain, namun tanggung jawab pendidikan tetap berada
di pundak kita.
Bekal yang
dibutuhkan menjadi guru pertama dan utama adalah :
1. Memiliki pengetahuan dasar ketauhidan atau
bersedia mempelajarinya bersama anak.
2. Memiliki pengetahuan dasar siroh nabi Rasulullah
saw dan para sahabatnya atau bersedia mempelajarinya bersama anak.
3. Dapat membaca Al Quran dan gemar mentadabur ayat
atau bersedia mempelajarinya bersama anak.
4. Memiliki kemampuan dasar fiqih ibadah atau
bersedia mempelajarinya bersama anak.
5. Memiliki ilmu psikologi pengasuhan anak atau
bersedia terus belajar mengenai psikologi anak.
6. Memiliki tabungan yang cukup untuk
menginvestasikan buku-buku yang berkualitas atau meluangkan waktu untuk
mengumpulkan ilmu dari internet.
7.
Memiliki waktu yang cukup untuk belajar,
mengajarkan atau menemani belajar.
8. Tabungan yang cukup untuk menyediakan
keterlibatan pihak lain dalam proses pendidikan anak.
9. Waktu yang cukup untuk melakukan pemantauan
proses pendidikan yang melibatkan pihak lain.
10. Memiliki
kemahiran dalam memanfaatkan sarana dan prasarana belajar yang tersedia
diseluruh dunia.
Yang perlu
diingat setelah berikhtiar mendidik adalah ...
“Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang
memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqoroh :
272)
Ika Puspitaningtyas
Depok, 6 Desember 2015
0 komentar:
Posting Komentar