“Makan menjadi
suatu ritual yang menyenangkan atau malah sebaliknya menjadi momok bagi ibu dan
anak balitanya.”
Let’s write!!. Yes!!. Ayo kita praktekkan ilmu dari belajar
menulis online dengan Pak Burhan Sodiq.
Belajar menulis padat, inspiratif dengan waktu yang singkat.
Annisa dan Aysha putri kembar kami usia lima tahun sedang dalam
proses belajar kemandiriannya yaitu makan sendiri. Tidak ada kendala yang
berarti saat mengajari Annisa agar bisa makan sendiri. Namun sebaliknya, penuh
tantangan saat mengajarkannya ke Aysha.
Sebenarnya terlambat mengajarkan anak untuk bisa makan sendiri
diusia ini. Menurut Bu Septi dalam kuliahnya, anak sudah mulai bisa dilatih
mengurus dirinya sendiri (makan, mandi, berpakaian, dll) diatas usia 1 tahun. But, better late than
never *menghibur diri
sendiri yang masih dan terus belajar untuk menemukan formula yang tepat :)
Berbekal ilmu mengenai cara mengajarkan anak makan sendiri dari
buku yang kubaca dan dari sharing teman-teman di group parenting, malam ini
kukuatkan niat untuk mengajarkan Annisa Aysha makan sendiri mulai besok pagi.
Walaupun Abinya jauh diluar kota, tapi supportnya semakin menambah semangatku.
Malam hari sebelum tidur, kubisikkan ditelinga mereka mulai besok
pagi mereka harus bisa makan sendiri. Tanpa umi suapin lagi. Dalam alam bawah
sadarnya mereka mengangguk tanda setuju. Aku tersenyum, langkah pertama sukses
sesuai rencana.
Pagi harinya menu kesukaan mereka sudah tersaji dimeja makan.
Piring dan sendok sudah siap disamping rice cooker. Kujelaskan urutannya, yaitu
ambil nasi dulu kemudian lauknya, ambil secukupnya dan dihabiskan.
Annisa bisa mengikuti tanpa kendala. Dia ambil sendiri nasi
kemudian lauknya dan makan dimeja makan. Kubiarkan dia menyelesaikan makannya
walaupun nasi berceceran dimulut, baju dan meja. Setelah selesai makan
kutunjukkan tempat menaruh piring kotornya. Dia minum segelas air putih dan
membersihkan nasi yang berceceran. Yes, Great Annisa!!
Namun lain ceritanya dengan Aysha. Rupanya tantangan besar
menantiku.
Aysha tetap pada pendiriannya. Tidak beranjak dari duduknya.
Dengan muka cemberut, males, BeTe dia bilang “Aku gak mau makan sendiri mi,
maunya disuapin umi”. Deeeeeeengggg… tantangan baru saja dimulai.
“Kenapa Aysha?” “Ya pokoknya mau disuapin umi aja” “Tapi Aysha
sudah lima tahun, sebaiknya sudah bisa makan sendiri. Apalagi sebentar lagi
dedek Aysha lahir” “Pokoknya mau disuapin”
Stok amunisi sabar sudah kuisi dari semalam, sumbunya juga sudah
kupanjangin. Aku tetap pada pendirianku. Dan Aysha juga tetap pada
pendiriannya.
Jam makan pagi lewat, tidak ada nasi yang masuk. Susu juga tidak
kuberikan. Aysha tetap pada posisinya, tiduran dikasur diruang keluarga. Gulang
guling tanpa aktivitas seperti biasa. Menurut teori aku harus kuat pendirian
karena alamiahnya anak akan lapar dan akan minta makan sendiri. Aku pegang
betul teori ini.
Masuk jam makan siang. Annisa mulai ambil nasi, lauk, kemudian dia
makan sendiri. Aku biarkan nasi belepotan dimana-mana seperti saat sarapan.
Piring Aysha masih kosong dari pagi. Dia tetap pada pendiriannya. Dan tidak
beranjak dari posisinya.
Jam tiga sore, aku tawari kembali Aysha makan. Dia tetap tidak
mau, gerakannya ditempat tidurnya semakin tidak bertenaga. Dalam hatiku
sebentar lagi pasti dia akan minta makan atau susu. Karena dari pengalaman
teman-teman jam kritisnya anak lapar dan akan minta makan sendiri. Aku tunggu
ternyata tidak ada perubahan.
Adzan maghrib aku mulai gelisah. Seharian tidak ada asupan yang
masuk ke tubuh Aysha. Aysha hanya tiduran saja. Badannya lemas. Dari pagi buang
air kecil hanya sekali. Aku raba keningnya terasa demam. Aku termo suhunya
mencapai 39,2 dercel. Ya
Allah ... Dan kepanikanku mulai mendominasi. Semua teori yang kupegang lenyap
sudah. Aku telepon abi dan langsung menangis, panik, bingung.
Runtuh sudah rasanya pertahanan ini. Rencana menerapkan ilmu kemandirian
lenyap sudah. Yang ada dipikiran saat ini bagaimana caranya agar Aysha turun
demamnya. Aku mencari apotek yang masih buka karena ternyata tidak ada stok
paracetamol di kotak obat.
Aku tawarin susu, Aysha tetap tidak mau. Kusuapin makan malamnya
tidak mau juga. Biskuit, roti tawar juga dia tidak mau. Aku semakin panik
karena Aysha semakin lemas tidak bertenaga. Setelah kubujuk rayu akhirnya
paracetamol bisa masuk dan dia tertidur lelap.
Aku menangis sejadi jadinya. Merasa gagal menjadi ibu karena tidak
bisa mengajarkan anak kemandirian malah mencelakainya. Merasa sudah banyak
belajar tapi tetap saja masih bodoh. Syukurlah suara menenangkan, menyejukkan
dari jauh mulai menghapus air mataku. Aku kembali bangkit dan berfikir jernih.
Jam sepuluh malam aku pantau lagi suhu Aysha. Sudah mulai normal
38 dercel. Aku coba bangunin utk minum air putih dan susu. Alhamdulillah ada
yang masuk. Setiap jam kemudian aku cek lagi suhunya dan sudah mulai stabil
normal. Lega rasanya Aysha buang air kecil kedua kalinya hari ini.
Besok paginya Aysha sudah mulai terlihat segar. Dia sudah mau
minum susu dan makan nasi dengan disuapin. Siangnya kembali ceria dan bermain
seperti biasanya.
Aku masih terus memutar otak bagaimana caranya mengajarkan Aysha
makan sendiri dengan menyenangkan. Dan abi tetap menyemangatiku untuk mencoba
kembali dua atau tiga hari lagi.
Pagi ini aku beranikan diri mencoba kembali mengajari Aysha makan
sendiri. Aysha mulai bisa mengikutinya. Dia ambil nasi, lauk dan makan sendiri
dimeja makan. Aku temani sambil bercerita dan terus menyemangatinya. Akhirnya
sesi sarapan ini terlewati dengan lancar, tidak banyak yang belepotan walaupun
membutuhkan waktu makan dua kali lipatnya dari waktu makan Annisa.
Alhamdulillah.. lega rasanya menemukan jawaban dari tantangan
Aysha. Sekarang tinggal menerapkan konsistensi selama 30 hari. Setelahnya
semoga ritual makan menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagiku, Annisa dan
Aysha.
Ika Puspitaningtyas
Dari jendela rumahku,
6 Oktober 2015
0 komentar:
Posting Komentar